Katanya cinta sejati, Kok begini?

Kontributor :  Emi Rohemi

Secara fitrah manusia memiliki rasa cinta kepada sesamanya. Cinta, sejatinya adalah hal yg baik, namun di sisi lain cinta pun menjadi pemicu hal-hal negatif. Cinta mampu mendorong orang berkelakuan baik bahkan menjadi buruk.

Menurut KH Zainuddin MZ dalam sebuah ceramah, cinta dalam artian yg positif selalu mendatangkan keindahan, memberikan energi semangat berjuang, cinta itu membawa resiko dalam bentuk pengorbanan. Sebaliknya, dari sisi yg negatif, cinta adalah pemicu manusia menyimpang dari ajaran-ajaran yg digariskan oleh agama.

Rasa cinta harus dikelola dengan cara yg bijak. Cinta yg diumbar secara berlebihan tentu akan berdampak tidak baik. Misal, ia akan melupakan Tuhan yg menciptakan cinta, bukan menjadikan cinta sebagai ibadah kepada Tuhannya. Sehingga, ada ungkapan cintailah sesuatu dengan sederhana, karena kita mungkin suatu waktu akan membencinya. Allah lah yg tahu apa yg paling baik untuk hambaNya.

Kata orang, di antara sekian banyak cinta, pastilah ada yg namanya cinta sejati. Ya, cinta sejati adalah cinta yg tak kunjung padam meski bertepuk sebelah tangan. Cinta sejati adalah kemurnian tanpa berharap imbalan. Cinta sejati merelakan diri berkorban meski harus menyayat nadi dan mati bersama. Cinta sejati pun harus diperjuangkan, karena katanya cinta sejati itu sulit ditemukan. Katanya pula, tauladan cinta sejati adalah kisah Romeo dan Juliet yg cintanya abadi hingga meregang nyawa bersama.

Namun, benarkan demikian tafsir cinta sejati? Penafsiran cinta sejati semacam ini harus diluruskan. Tidak ada cinta yg sejati selain kepada Allah dan Rasulnya. Kenapa? Rasululullah melarang kita mencintai sesuatu secara berlebihan, karena hal itu menggerus keimanan bahkan membawa orang ke dalam kesesatan. Cinta harus dikendalikan, bukannya menuruti kemauan, namun mesti sejalan dengan keridhoan Allah SWT.

Cinta yg membuat diri kita lalai, lupa akan Allah, bahkan mendurhakai Allah bukan cinta yg sesungguhnya. Salah-salah itulah jalan kita menuju kematian yg shuhul khotimah. Seperti kisah yg disampaikan oleh Al Imam Ibnul Qoyim Al-Jauziyah berikut ini.

Diriwayatkan ada seorang lelaki yg sangat mencintai seorang wanita. Kecintaannya yg begitu kuat pada si wanita menjadikan ia tak kuasa menahan hati yg bergejolak. Ia ingin memiliki si wanita. Ia ingin cepat-cepat bertemu, sementara si wanita tak sedikitpun memiliki rasa cinta kepada laki-laki itu, si wanita pun tak sudi menemuinya.  Hingga ia pun jatuh sakit. Dalam kesakitannya yg parah, ada seorang yg akan membantu mempertemukan keduanya. Sehingga dijadwalkan waktu bagi keduanya untuk dipertemukan. Seketika itu sakitnya mulai membaik.

Waktu yg ditunggu pun tiba, hari di mana si lelaki akan menemui wanita pujaannya. Di saat itu, tiba-tiba datang orang yang akan mempertemukan keduanya, lalu menyampaikan: “dia sudah berangkat bersamaku sampai di tengah perjalanan, namun dia kembali lagi. Aku terus mendorong dan merayunya, tapi

Dia berkata: “orang itu ingat dan menyebut-nyebut aku dan dia pun bergembira dengan kedatanganku. Namun aku tidak akan masuk ke tempat yang meragukan. Aku tidak akan mempersembahkan diriku untuk tempat-tempat yang mencurigakan. Aku terus membujuknya, namun dia tidak mau dan terus pergi.”

Mendengar berita itu, si lelaki makin parahlah sakitnya. Tanda-tanda kematian terlihat di wajahnya. Ia pun berkata dalam untaian syair:

 Wahai Salma, wahai penenang hati yang sakit.

Wahai obat bagi tubuh yang kurus.

Keridhaanmu lebih diharapkan oleh hatiku,

ketimbang rahmat Allah yang maha pencipta dan maha mulia.

Maka abdul Haq asyibly berkata kepadanya:  “wahai fulan, takutlah engkau kepada Allah !!  Dia menjawab : semuanya sudah terjadi. Akhirnya Abdul Haq Asyibly meninggalkannya. Suara nyaring kematian lelaki malang itu pun terdengar sebelum Asyibly melewati pintu rumahnya.

 

Sumber foto : lintangburhan.wordpress.com

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.